, ,

“Trust Your Gut”, Literally: Satu Langkah Lebih Dekat Mengenal Keterkaitan Antara Makanan, Mikrobioma, dan Kesehatan

Oleh: Audra Imanissa Taufik, Nadiah Armadanti Salma, Tria Kurnia Sari (Mahasiswa Peminatan Biokimia Program Studi Magister Ilmu Biomedik Angkatan 2024)

“Pernahkah kamu membaca atau mendengar sebuah kutipan, ‘you are what you eat’ atau kutipan populer oleh Hippocrates: ‘All Disease Begins in The Gut?”

Banyak orang tidak menyadari bahwa perut bukan hanya sekadar tempat untuk mencerna makanan – ia juga berperan sebagai rumah bagi triliunan mikroba yang kini digunakan sebagai ‘cermin’ kesehatan kita. Namun, seberapa besar peran makanan terhadap ‘penghuni’ usus tersebut?

Ternyata, isi piring makan dan minuman yang kita konsumsi mampu mengubah komposisi siapa saja yang ‘tinggal’ di dalam usus kita. Makanan berbasis hewani dan nabati, misalnya, memberi efek yang sangat berbeda terhadap komunitas mikrobiota. Diet tinggi sumber hewani (animal-based) dan lemak jenuh cenderung mendukung bakteri pemicu inflamasi, sementara diet kaya serat dari sumber nabati (plant-based) lebih disukai oleh bakteri baik yang memproduksi senyawa antiinflamasi, seperti short chain fatty acid (SCFA). Hal ini bukan sekadar masalah pencernaan saja. Mikrobiota yang sehat dapat memperkuat sistem imun, mempengaruhi suasana hati, bahkan menjadi kunci untuk memahami penyakit kronis.

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam penelitian biomedis, mikrobiota kini dilirik sebagai “biomarker hidup” yaitu penanda biologis potensial untuk menilai risiko penyakit dan efektivitas dalam suatu pengobatan. Pola makan yang kita terapkan setiap hari memiliki peranan besar dalam membentuk komposisi mikrobiota usus. Oleh karena itu, interaksi antara diet dan mikrobiota usus menjadi aspek fundamental dalam memahami mekanisme dasar kesehatan dan penyakit manusia.

Berkenalan dengan Mikrobioma dan Mikrobiota Usus

Mikrobioma adalah seluruh materi genetik (genom) dari mikroorganisme yang hidup di usus. Mikrobioma fokus pada “apa yang mereka bisa lakukan” termasuk kemampuan metabolisme, produksi senyawa, dan interaksi genetik. Sedangkan, Mikrobiota adalah kumpulan mikroorganisme hidup yang tinggal di saluran pencernaan manusia. Contohnya adalah bakteri, virus, jamur, archaea, dan mikroorganisme lainnya. Mikrobiota fokus pada “siapa yang ada” di usus.

Diet Hewani vs Nabati: Pengaruhnya Terhadap Mikrobioma

Pola makan atau diet sering dikaitkan dengan risiko penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes tipe 2, obesitas, maupun kanker tertentu. Untuk menurunkan risiko penyakit kronis ini dikaitkan dengan pola makan sehat seperti diet mediterania yang identik dengan plant-based diet. Asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari tidak hanya semata-mata memenuhi kebutuhan nutrisi tetapi akan mempengaruhi ‘pola keragaman’ dari mikrobioma usus kita. Dengan demikian, preferensi diet yang berbeda tersebut akan memiliki probabilitas mempengaruhi komposisi mikrobiota usus masing-masing dari kita.

Berikut merupakan perbandingan bagaimana konsumsi animal-based dan plant-based diet dapat mengubah komposisi mikrobiota usus:

Gambar 1. Diet jangka pendek mengubah mikrobiota usus (David, et al., 2014)

Mikrobioma usus manusia dikenal sangat kompleks dan sensitif terhadap perubahan lingkungan, namun penelitian yang dipublikasikan oleh David et al. (2014) menunjukkan bahwa perubahan pola makan dapat memodifikasi komposisi mikroba usus hanya dalam hitungan hari. Dalam penelitian ini, partisipan sehat dewasa diberikan dua jenis diet ekstrim selama lima hari secara bergantian: diet berbasis hewani (daging, telur, dan keju) dan diet berbasis nabati (sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan biji-bijian). Sampel feses diambil sebelum, selama, dan setelah intervensi untuk menganalisis perubahan mikrobioma.

Perubahan signifikan dalam komunitas mikroba usus ditemukan hanya dalam 24 jam setelah perubahan pola makan. Pada diet berbasis hewani, terjadi peningkatan kelimpahan mikroba yang biasanya ditemukan dalam sistem pencernaan protein dan lemak, seperti Alistipes, Bilophila, dan Bacteroides. Sebaliknya, diet nabati mendorong pertumbuhan mikroba fermentatif seperti Prevotella yang dikenal mampu memecah karbohidrat kompleks dari tanaman. Selain itu, aktivitas genetik mikroba juga berubah: ekspresi gen yang terlibat dalam degradasi asam empedu meningkat pada diet hewani, sementara jalur metabolisme karbohidrat lebih aktif pada diet nabati. Ini menunjukkan bahwa tidak hanya komposisi, tetapi juga fungsi mikrobioma dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi.

Gambar 2. Efek diet pada mikrobiota dan kesehatan usus (Vernocchi, 2020)

Pola makan (dietary patterns) memiliki dampak yang kuat terhadap komposisi mikrobiota usus, karena jenis makanan yang dikonsumsi secara konsisten membentuk lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri tertentu (Gambar 2). Misalnya, diet tinggi serat nabati seperti pada pola makan vegetarian atau mediterania akan meningkatkan kelimpahan bakteri penghasil SCFA seperti Faecalibacterium prausnitzii, Bifidobacterium, Lactobacillus dan menurunkan Ruminococcus gnavus yang menjadi agen pro-inflamasi. Bakteri ini berperan penting dalam menjaga kesehatan usus dan sistem imun. Sebaliknya, diet Barat (Western diet) yang tinggi lemak jenuh dan protein hewani, namun rendah serat, cenderung mendukung pertumbuhan bakteri oportunistik seperti Bacteroides yang dapat memicu inflamasi dan menurunkan populasi bakteri menguntungkan seperti Bifidobacterium. Perubahan ini dapat meningkatkan risiko inflamasi dan gangguan metabolik jangka panjang. Artinya, daripada mengandalkan satu jenis prebiotik, konsumsi harian makanan alami seperti buah, sayur, dan biji-bijian jauh lebih efektif dalam menyeimbangkan ekosistem mikroba di usus. Dengan kata lain, diet yang sehat adalah prebiotik terbaik.

Mikrobioma sebagai Biomarker Hidup: Kesehatan Dimulai dari Usus

Mikrobioma usus saat ini digunakan sebagai perspektif baru dalam pengembangan “biomarker hidup” yang menandai kondisi kesehatan tubuh atau risiko penyakit seperti kanker, gangguan hati, diabetes, dan obesitas hingga gangguan pada imun. Mikroba usus memiliki respon atas pola makan dan lingkungan dengan cepat, yang berbeda antara satu individu dengan yang lain. Kedepannya pengembangan personalized nutrition—pola makan yang dirancang khusus berdasarkan komposisi mikrobioma dan kebutuhan biologis tiap individu. Di masa depan, tidak lagi diet seragam, manusia akan mengandalkan analisis mikrobioma untuk menentukan jenis makanan yang paling sesuai bagi tubuhnya, demi mencapai kesehatan optimal dan pencegahan penyakit yang lebih presisi.

Trust Your Gut, Because Science Does Too

Kesimpulan artikel ini adalah kesehatan tidak hanya dari genetik maupun lifestyle, tetapi juga dari triliunan mikroorganisme yang hidup di dalam tubuh, terutama di usus. Mikrobiota usus bukan sebagai penumpang dalam sistem pencernaan tetapi turut mengatur keseimbangan metabolisme, imunologi, bahkan suasana hati. Diet dapat menentukan mikrobioma secara cepat, maka keputusan sederhana seperti memilih makanan akan berdampak besar. Menjaga keseimbangan mikrobiota dengan  plant-based diet, tinggi serat, dan rendah lemak jenuh menjadi salah satu langkah menuju tubuh yang lebih sehat. Isi piring makanan-isi perut akan menjadi lebih personal untuk mencapai kesehatan yang lebih optimal, sesuai dengan SDGs 3 yaitu good health and well-being

Jadi, sudahkah kamu memberi makan mikrobiommu dengan benar hari ini?

Referensi

Dahl, W.J., Mendoza, D.R. and Lambert, J.M., 2020. Diet, nutrients and the microbiome. Progress in molecular biology and translational science, 171, pp.237-263. doi:10.1016/bs.pmbts.2020.04.006 

David, L.A., Maurice, C.F., Carmody, R.N., Gootenberg, D.B., Button, J.E., Wolfe, B.E., Ling, A.V., Devlin, A.S., Varma, Y., Fischbach, M.A. and Biddinger, S.B., 2014. Diet rapidly and reproducibly alters the human gut microbiome. Nature, 505(7484), pp.559-563. doi:10.1038/nature12820 

Vanamala, J.K., Knight, R. and Spector, T.D., 2015. Can your microbiome tell you what to eat? Cell metabolism, 22(6), pp.960-961. doi: 10.1016/j.cmet.2015.11.009.

Vernocchi, P., Del Chierico, F. and Putignani, L., 2020. Gut microbiota metabolism and interaction with food components. International Journal of Molecular Sciences, 21(10), p.3688. Available at: https://doi.org/10.3390/ijms21103688